18 Desember 2007

Jakarta juga perlu perahu


















Siapa bilang perahu hanya diperlukan di Kalimantan?
Paling tidak setiap tahun satu kali perahu yang menjadi kendaraan andalan di daerah terpencil dan menjadi simbol kemiskinan serta keterbelakangan ternyata juga merupakan kendaraan yang sangat diperlukan di Jakarta. Saya jadi teringat pada tahun 1980-an. Ketika itu group musik Bimbo menciptakan sebuah lagu yang syairnya antara lain : "Tahun dua ribu ... Tahun dua ribu ... Mungkin pada waktu itu pulau Jawa akan tenggelam." Nyatanya sekarang syair lagu itu sudah hampir menjadi kenyataan. Setiap tahun banjir melanda pulau Jawa, terutama Jakarta. Dari tahun ke tahun kedalaman banjir semakin tinggi sehingga mengakibatkan masyarakat semakin menderita. Kita tidak tahu apakah karena permukaan laut semakin naik atau permukaan Jawa semakin turun. Terus kalau nanti pulau Jawa benar-benar tenggelam saudara-saudaraku yang ada di pulau Jawa harus pindah ke mana? Pindah saja ke Kalimantan. 'Kan semua sudah mahir naik perahu?



27 November 2007

Jawa dan Kalimantan

Cerita tentang perbedaan antara Jawa dan Kalimantan sudah banyak saya alami. Jawa itu ibarat surga dan Kalimantan adalah dunia fana. Orang Jawa hanya bersedia pergi ke Kalimantan kalau terpaksa. Disini mereka memulai karir dari nol, atau mulai menjadi pengusaha dari golongan gerobak bakso. Impian mereka hampir selalu sama. Jika sudah kaya pulanglah ke Jawa, tinggalkan tanah Kalimantan yang belum beradab karena disini hanya ada perahu dan pasar terapung. Kalau menjadi pegawai, jika sudah status pegawai tetap usahakan bagaimanapun caranya supaya mutasi ke Jawa. Atau boleh juga tetap di Kalimantan tapi dengan imbalan harus naik pangkat dan menduduki posisi penting. Terjadilah sikap diskriminatif. Penduduk asli hanya boleh jadi bawahan atau rakyat jelata, tidak boleh menempati posisi penting. Sampai kapan kita memelihara sikap seperti ini? Sampai kapan kita bangga dengan kesombongan dan tinggi hati? Entahlah, tapi lihatlah apa yang dialami pulau Jawa beberapa waktu terakhir ini. Banjir bandang di Jakarta semakin sering dan semakin tinggi, badai tsunami, gempa Yogya, Lumpur Lapindo dan beberapa kali letusan gunung berapi. Sungguh kami di pulau Kalimantan merasa prihatin atas peristiwa-peristiwa tersebut. Tapi dibalik semua itu ada baiknya kita merenung, apakah bencana tersebut terjadi begitu saja, atau sebagai peringatan atas kesombongan kita?

19 November 2007

Seorang ibu dari Surabaya

Suatu ketika saya kebetulan sedang berada di Jakarta. Di dalam lift saya bertemu dengan seorang ibu muda yang menanyakan saya berasal dari mana. Saya jelaskan bahwa saya berasal dari Kalimantan. Secara sepontan la berseru : Wow, jauh sekali! Sayapun balas bertanya : Ibu berasal dari mana? Ia menjawab bahwa ia berasal dari Surabaya. Itu belum apa-apa. Yang lebih dahsyat lagi ia kembali bertanya : Apa di Kalimantan ada mobil? Saya menjawab bahwa di Kalimantan hanya ada perahu. Dia langsung diam. Saya tidak tahu apa yang ada di dalam hatinya. Mungkin ia kasihan kepada saya, mungkin juga ia merasa bangga karena tidak hidup di Kalimantan, Sulawesi atau Papua. Ia memang pantas merasa bangga, sebab kita semua tahu bahwa pembangunan di Jawa memang jauh lebih dirasakan dibandingkan dengan luar Jawa, meski sebagian dibiayai dengan hasil yang dibawa dari Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Tapi saya bertanya di dalam hati, andai ibu muda ini sedang berada di Singapura, Kuala Lumpur, Hongkong, Amerika atau Eropa, apakah ia masih bisa merasa bangga? Entahlah.