Setelah merasa cukup puas bermain air, Bahuang mengangkat potongan pohon pisang bagiannya dari sungai, langsung dibawa masuk ke dalam rumahnya.
- Lho, mengapa dibawa ke dalam rumah? Orang menanam pisang itu di kebun Uang, bukan di dalam rumah. – tegur Kelep.
- Ah, kamu saja yang belum tahu. – kata Bahuang.
Sekarang ada cara baru menanam pisang supaya cepat berbuah. –
- Cara baru bagaimana? – Kelep jadi penasaran.
- Ditanam diatas dapuhan. -
Kalau masyarakat di perkotaan akhir-akhir ini sedang ribut membicarakan program konversi energi dari kompor minyak tanah menjadi kompor gas, masyarakat di negeri Kelep dan Bahuang masih ketinggalan satu langkah di belakang. Mereka masih menggunakan ’dapuhan’, yaitu tungku tempat memasak berupa timbunan tanah yang dibuat di dalam rumah, berukuran lebih kurang 2 meter kali 4 meter dan menggunakan sumber energi dari kayu bakar.
- Dasar otakmu layau , - kata Kelep kelepasan omong. – Aturan dari mana lagi itu? -
- Astaga, rupanya kamu benar-benar belum tahu bahwa bercocok tanam di kebun itu sudah ketinggalan jaman. Itu pertanian gaya jadul. –
- Jadul itu apa sih? – Kelep bertanya dengan lugu.
- Jadul itu artinya jaman dulu, bego. –
- Terus, bego itu apaan? –
- Bego itu ya uong alias blo’on. -
- Ooooo … begitu. -
- Sejalan dengan himbauan pemerintah melarang penduduk pedalaman melakukan ladang berpindah dan merambah hutan, ada paradigma baru yang lebih murah dan praktis dalam seni bercocok tanam, yaitu diatas media dapuhan. –
- Apa keistimewaan tanah dapuhan? –
- Sejak dahulu orang tahu bahwa tanah bekas bakaran itu lebih subur dari pupuk manapun. –
- Mengenai hal itu aku sudah paham Uang. Dari jaman dahulu nenek moyang kita selalu membakar ladangnya sebelum menanam, sampai-sampai pemerintah menuduh mereka sebagai biang kerok penyebab kebakaran hutan. Padahal yang membakar hutan itu kan para petani berdasi dari ibukota. -
- Keunggulan kedua karena kucing suka membuang hajat diatas dapuhan sehingga lebih memperkaya zat-zat yang diperlukan oleh tanaman. Keunggulan yang lain bahwa tanaman diatas dapuhan mudah dirawat karena lokasinya lebih dekat dan setiap saat bisa diawasi sehingga tidak sempat diganggu oleh hama. –
- Oooo ... – kata Kelep, walau sebenarnya ia tetap belum mengerti dengan jalan pikiran Bahuang. Bagaimana mungkin orang dapat bercocok-tanam diatas dapuhan, di dekat tungku perapian tempat memasak yang panasnya bisa lebih dari 300 derajat celsius? Mustahil, kata Kelep dalam hati. Benar-benar tidak masuk akal. Tapi biarlah, Bahuang mau menanam pisang dimana saja, mau di atas dapuhan atau diatas dahinya, masa-bodoh. Itu urusan dia sendiri. Kelep akan tetap menanam pisangnya di kebun di samping rumah.
Setiap pagi, hal pertama yang dilakukan Bahuang begitu ia bangun dari tidur ialah memeriksa tanaman pisangnya di pojok dapuhan. Pada pagi hari pertama dan hari kedua belum tampak adanya perubahan yang signifikan. Pada hari ketiga, daun pisang tampak mulai menguning. Wah, kalau sudah kuning artinya sudah mulai masak, kata Bahuang dalam hati. Dia mengambil daun kuning tersebut dan mencicipinya, tapi koq tidak enak? Phei, ia mengeluarkan lagi dari dalam mulutnya. Mungkin belum masak sempurna, pikirnya. Keesokan harinya daun pisang yang berwarna kuning semakin banyak. Ia mencoba lagi mencicipi seperti kemarin, tapi rasanya belum ada perubahan. Tetap tidak enak. Begitu pula yang terjadi pada hari-hari berikutnya. Setiap hari Bahuang mencicipi daun pisang yang ditanamnya. Setelah daun pisang habis, ia mencoba mencicipi pelepahnya. Setelah pelepah habis, iapun mencoba mencicipi batangnya. Namun rasanya tetap tidak sesuai dengan harapan, yaitu seperti rasa buah pisang. Akhirnya pohon pisang itu habis.
- Lho, mengapa dibawa ke dalam rumah? Orang menanam pisang itu di kebun Uang, bukan di dalam rumah. – tegur Kelep.
- Ah, kamu saja yang belum tahu. – kata Bahuang.
Sekarang ada cara baru menanam pisang supaya cepat berbuah. –
- Cara baru bagaimana? – Kelep jadi penasaran.
- Ditanam diatas dapuhan. -
Kalau masyarakat di perkotaan akhir-akhir ini sedang ribut membicarakan program konversi energi dari kompor minyak tanah menjadi kompor gas, masyarakat di negeri Kelep dan Bahuang masih ketinggalan satu langkah di belakang. Mereka masih menggunakan ’dapuhan’, yaitu tungku tempat memasak berupa timbunan tanah yang dibuat di dalam rumah, berukuran lebih kurang 2 meter kali 4 meter dan menggunakan sumber energi dari kayu bakar.
- Dasar otakmu layau , - kata Kelep kelepasan omong. – Aturan dari mana lagi itu? -
- Astaga, rupanya kamu benar-benar belum tahu bahwa bercocok tanam di kebun itu sudah ketinggalan jaman. Itu pertanian gaya jadul. –
- Jadul itu apa sih? – Kelep bertanya dengan lugu.
- Jadul itu artinya jaman dulu, bego. –
- Terus, bego itu apaan? –
- Bego itu ya uong alias blo’on. -
- Ooooo … begitu. -
- Sejalan dengan himbauan pemerintah melarang penduduk pedalaman melakukan ladang berpindah dan merambah hutan, ada paradigma baru yang lebih murah dan praktis dalam seni bercocok tanam, yaitu diatas media dapuhan. –
- Apa keistimewaan tanah dapuhan? –
- Sejak dahulu orang tahu bahwa tanah bekas bakaran itu lebih subur dari pupuk manapun. –
- Mengenai hal itu aku sudah paham Uang. Dari jaman dahulu nenek moyang kita selalu membakar ladangnya sebelum menanam, sampai-sampai pemerintah menuduh mereka sebagai biang kerok penyebab kebakaran hutan. Padahal yang membakar hutan itu kan para petani berdasi dari ibukota. -
- Keunggulan kedua karena kucing suka membuang hajat diatas dapuhan sehingga lebih memperkaya zat-zat yang diperlukan oleh tanaman. Keunggulan yang lain bahwa tanaman diatas dapuhan mudah dirawat karena lokasinya lebih dekat dan setiap saat bisa diawasi sehingga tidak sempat diganggu oleh hama. –
- Oooo ... – kata Kelep, walau sebenarnya ia tetap belum mengerti dengan jalan pikiran Bahuang. Bagaimana mungkin orang dapat bercocok-tanam diatas dapuhan, di dekat tungku perapian tempat memasak yang panasnya bisa lebih dari 300 derajat celsius? Mustahil, kata Kelep dalam hati. Benar-benar tidak masuk akal. Tapi biarlah, Bahuang mau menanam pisang dimana saja, mau di atas dapuhan atau diatas dahinya, masa-bodoh. Itu urusan dia sendiri. Kelep akan tetap menanam pisangnya di kebun di samping rumah.
Setiap pagi, hal pertama yang dilakukan Bahuang begitu ia bangun dari tidur ialah memeriksa tanaman pisangnya di pojok dapuhan. Pada pagi hari pertama dan hari kedua belum tampak adanya perubahan yang signifikan. Pada hari ketiga, daun pisang tampak mulai menguning. Wah, kalau sudah kuning artinya sudah mulai masak, kata Bahuang dalam hati. Dia mengambil daun kuning tersebut dan mencicipinya, tapi koq tidak enak? Phei, ia mengeluarkan lagi dari dalam mulutnya. Mungkin belum masak sempurna, pikirnya. Keesokan harinya daun pisang yang berwarna kuning semakin banyak. Ia mencoba lagi mencicipi seperti kemarin, tapi rasanya belum ada perubahan. Tetap tidak enak. Begitu pula yang terjadi pada hari-hari berikutnya. Setiap hari Bahuang mencicipi daun pisang yang ditanamnya. Setelah daun pisang habis, ia mencoba mencicipi pelepahnya. Setelah pelepah habis, iapun mencoba mencicipi batangnya. Namun rasanya tetap tidak sesuai dengan harapan, yaitu seperti rasa buah pisang. Akhirnya pohon pisang itu habis.