Hari masih pagi ketika aku tiba di Rumah Sakit. Inilah
pertamakalinya aku berobat di rumah sakit selama beberapa tahun terakhir. Aku
memang termasuk orang yang jarang sakit, kecuali ketika masih kecil, sekitar
kelas 3 Sekolah Dasar. Kalaupun aku sesekali mengalami sakit ringan seperti
batuk dan pilek, biasanya cukup hanya dengan pergi berobat ke dokter praktek. Tetapi
kali ini aku diserang penyakit aneh, tidak seperti biasanya.
Setelah melewati proses persyaratan administrasi yang
cukup berliku-liku, seorang perawat yang cantik menyuruh aku masuk ke sebuah
ruangan. Di dalam ruangan itu telah menunggu seorang laki-laki tampan berumur
sekitar 40 tahun. Tubuhnya gemuk pendek, kepalanya botak bagian depan. Menurut
pendapatku penyebab botak itu hanya dua.
Kalau botak di kepala bagian depan, itu disebabkan karena cintanya
sering ditolak, tapi kalau botaknya di bagian belakang berarti orang itu sangat
disayang oleh mertuanya. Lelaki botak yang di depanku sekarang memakai jas
warna putih, di dada bajunya sebelah kiri tertulis nama : dr. Teddy Taroreh.
Pasti orang Manado, kataku dalam hati. Orang Manado itu punya banyak sekali kesamaan
dengan orang Dayak. Sama-sama mayoritas
beragama nasrani, sama-sama berkulit putih, sama-sama rupawan dan rada mirip ethnis
Cina, sama-sama suka makan B2 dan sama-sama suka minum tuak. Di tanah Dayak tuak
disebut baram dan di Manado sangat terkenal dengan sebutan ’minuman cap tikus.’
Baik baram maupun minuman cap Tikus sering
ditenggak ramai-ramai untuk membuat orang asyik dan lupa diri. Membuat
orang melanglang buana ke dunia antah berantah. Saking asyiknya nyong Manado
menikmati minuman cap Tikus, mereka tak lagi tahu perbedaan antara siang dengan
malam. Ada anekdot Kawanua menceriterakan dua orang Menado yang sedang berdiri
sempoyongan di pinggir jalan. Mereka sepakat bertanya kepada seorang pejalan
kaki yang lewat.
- Teman, sekarang
ini masih siang atau sudah malam? –
Pejalan kaki menjawab: - Eh, maaf teman. Aku orang baru
disini. – ternyata yang bertanya dan yang ditanya sama saja, sedang dalam
keadaan mabok berat.
-
Selamat pagi
dok, - aku sengaja menyapa duluan.
-
Selamat pagi
pak, silahkan duduk – kata dokter Teddy sambil menunjuk kursi yang tersedia di
hadapannya. Ternyata ia seorang lelaki yang sangat ramah. Setelah aku duduk ia
langsung bertanya.
– Apa yang menjadi keluhan Bapak? – sebuah pertanyaan
standar yang mengingatkan aku pada masa-masa ketika aku belum pensiun. Dulu,
setiap tahun aku wajib menjalani Medical Check-up di salah satu rumah sakit
paling baik di Banjarmasin; kalau tidak di rumah sakit Sari Mulia ya pasti di Rumah
Sakit Suaka Insan. Biasanya pemeriksaan dilakukan oleh satu tim yang terdiri
dari beberapa orang dokter spesialis. Setiap dokter tersebut selalu mengawali
pemeriksaan dengan pertanyaan yang sama: ”apa keluhan Bapak?” Sampai-sampai pada
suatu ketika muncul niat iseng dari dalam hatiku lalu menjawab pertanyaan
tersebut secara spontan:
-
Keluhan saya
tetap sama seperti tahun yang lalu, dok. –
-
Oh ya? Apa
pak keluhannya ..., tolong ceriterakan. -
-
Gaji saya
nggak naik-naik. – kataku sambil terkekeh.
-
Oh, kalau
begitu sama dong pak. Saya juga mengalami nasib yang sama seperti Bapak, dan
saya belum tahu apa obatnya – jawab dokter sambil tertawa.
Tetapi sekarang aku bukan lagi menjalani medical ceck up.
Aku sedang sakit sungguhan, jadi tidak bisa main-main. Aku mencoba menjelaskan dengan
rinci kepada dokter Teddy apa yang aku rasakan selama ini. Dalam waktu sekitar
3 hari ini aku merasa tidak enak badan, sering mual, demam, nyeri, kesemutan
dan gatal-gatal pada kulit punggung dan dada sampai ke perut sebelah kiri. Lalu
di sekitar daerah rasa sakit itu muncul beberapa kelompok lepuhan kecil berisi
cairan bening, dikelilingi warna kemerahan pada kulit. Dokter Teddy meyuruh aku
berbaring di atas bed untuk menjalani pemeriksaan pisik. Setelah selesai
melakukan pemeriksaan, ia menyuruh aku duduk kembali lalu menjelaskan bahwa aku
diserang penyakit herpes zoster. Penyakit ini di Manado disebut ’ludah ular’
dan di Palangkaraya disebut kakap kambe[i].
Gelembung-gelembung lepuhan pada kulit itu akan semakin besar dan bertambah
banyak, terasa sangat nyeri seperti luka bakar dan dapat pecah lalu menjadi
jalan masuk bagi bakteri atau kuman lain, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya infeksi sekunder. Penyebabnya adalah virus varizolla zoster, yaitu virus yang juga menyebabkan cacar air. Biasanya
virus ini hanya menyerang pada salah satu sisi tubuh, bagian kanan saja atau
kiri saja. Ada mythos yang berkembang di masyarakat bahwa jika gelembung
lepuhan itu menyebar pada sekeliling lingkaran tubuh maka dapat menyebabkan
kematian, tetapi hal itu tidak pernah terbukti kebenarannya secara klinis. Sebenarnya
penyakit ini akan sembuh sendiri tanpa diobati, setelah virus mengalami masa
aktif dalam kurun waktu yang sangat bervariasi. Bisa satu minggu, dua minggu
atau bahkan bisa juga sampai satu bulan. Obat-obatan dari dokter lebih banyak dimaksudkan
hanya untuk mengurangi rasa sakit. Sambil memberikan penjelasan tersebut dokter
Teddy menulis resep dan memberikannya kepadaku.
- Bapak saya berikan resep obat untuk masa satu
minggu, jika belum ada perubahan silahkan hubungi kami kembali. Obatnya dapat diambil
di bagian Instalasi Farmasi. –
- Terima kasih
dok. – kataku lalu berjalan keluar ruangan, melintasi koridor menuju bagian
instalasi farmasi. Sambil berjalan aku mencoba membaca apa yang tertulis pada
lembaran resep. Rupanya dimana-mana tempat di dunia ini sama saja, tulisan
tangan dokter pada resep obat selalu sulit dipahami oleh orang awam. Dengan
susah payah aku hanya berhasil membaca beberapa bagian saja: salep Molavir 5
gram, acyclovir 200 mg 5x1, asam mefenamat 500 mg 3x1, paracetamol 500 mg 3x1,
dexamethason 0,5 mg 1x1.
Setiba di ruang Instalasi Farmasi aku langsung
menyerahkan resep kepada petugas loket. Sekitar 10 menit kemudian petugas itu memanggil
aku kembali.
- Bapak ada kesulitan nggak kalau harus minum
obat tablet dalam jumlah agak banyak setiap hari? – ia bertanya.
- Hmmm ... tidak juga, tapi mengapa
pertanyaannya seperti itu? – aku balik bertanya.
- Begini pak, kebetulan persediaan obat
Acyclovir kemasan 200 mg di gudang kami tidak ada. Yang ada hanya kemasan 50
mg. Menurut resep dokter Bapak harus minum obat tersebut 5 kali 200 mg atau
1000 mg per-hari Karena obat yang ada hanya kemasan 50 mg, berarti Bapak harus meminum
sebanyak 5 kali 4 tablet, atau 20 tablet per-hari. Itu belum termasuk tiga
macam obat lainnya, yaitu asam mefenamat 3x1, paracetamol 3x1 dan dexamethason
1x1 tablet perhari. Apa Bapak setuju dengan obat yang ada ini, atau Bapak mau
coba mencari yang kemasan 200 mg di apotik lain? -
Sebenarnya aku agak kaget dan kesal juga mendengarkan
penjelasan petugas tersebut, tapi aku mau bilang apa lagi? Ini memang risiko. Apabila
kita jatuh sakit maka segala-galanya jadi serba repot, serba rumit dan serba
kacau. Karena itulah orang sering berkata bahwa mencegah supaya jangan sakit
adalah lebih baik daripada mengobatinya. Itu memang benar, tapi dalam
kenyataannya tidak segampang itu. Betapapun kita sudah berusaha menerapkan pola
hidup sehat dan menghindari hal-hal yang dapat mengganggu kesehatan, ternyata penyakit
tetap juga menyerang kita. Bahkan sering menyerang dengan tiba-tiba, dengan bentuk
dan cara yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
[i] kakap kambe = digerayangi
hantu.