02 Juli 2013

KISAH MARGINO (Bagian 3)







Tiba-tiba seorang lelaki memarkir gerobak reyot yang berisi separuh dengan botol dan gelas plastik bekas kemasan minuman mineral, bercampur aduk dengan seonggok besi rongsokan. Lelaki itu berhenti tepat di depan rombong milik paman penjual es kelapa. Ia langsung memesan segelas minuman, kemudian duduk di bangku panjang di samping Margino. Matanya plarak-plirik, lalu tertuju pada stovmaf di depan Margino.
- Baru dari melamar kerja ya mas... - si pemulung itu bertanya.
- Iya mas, tapi belum berhasil,-  jawab Margino seadanya.
- Maaf, sampeyan tadinya lulusan apa? -
- Hanya lulusan SMU. - jawab Margino lagi.
- Memang sulit mas. Sekarang kantor-kantor hanya mau menerima S1 atau S2. Itupun baru ada penerimaan melalui test setiap 2 atau 3 tahun sekali.
- Mas juga rupanya sedang mencari kerja ya? - kini Margino yang balik bertanya.
- Oh, kalau saya gak lagi, sudah mentok Mas. -
- Kok mentok? -
- Ya. Sejak lima atau enam tahun yang lalu saya sudah coba melamar kerja di kantor-kantor di kota ini, namun selalu ditolak karena alasan belum cukup syarat. Kurang nilai NEM-lah, kurang skkb-lah, kurang legalisasi photo copy ijazah, kurang surat pengalaman kerja.
- Orang baru sedang mencari kerja kok diminta surat keterangan pengalaman kerja. Ya gak nalar dong,  - timpal Margino.
- Ya begitulah. Setelah kekurangan syarat-syarat itu saya coba lengkapi, tahun lalu lamaran saya ditolak lagi dengan alasan "syaratnya kelebihan."
- Lho, kok bisa kelebihan? - tanya Margino semakin tidak mengerti.
- Ya. Saya kelebihan umur Mas, yang dicari harus berusia maksimal 24 tahun, sedangkan saya 25. -
- Ooo ... kata Margino tanpa sadar lalu tertawa ngakak. Bahkan paman es kelapa juga ikut-ikutan tertawa. Memang agak lucu, tetapi getir. Tiba2 saja antara Margino dengan si pemulung dan penjual es kelapa itu terjalin rasa keakraban. Mereka saling membuka rahasia suka-duka dan berbagai pengalaman hidup masa lalu.
- Kalau sampeyan punya pengalaman apa dalam hal mencari kerja? - tanya Margino kepada penjual es kelapa. Lelaki tua itu merenung sejenak, lalu menjawab.
- Saya memang gak punya pengalaman melamar mau jadi pns seperti kalian berdua, ... tapi saya dulu pernah mencoba mendaftar mau masuk sekolah tentara. -
- Terus bagaimana? - tanya si pemulung.
- Saya tidak diterima gara-gara bertengkar dengan petugas yang menerima pendaftaran calon siswa.
- Bertengkar karena masalah uang pelicin? - tanya Margino mencoba menebak.
- Bukan mas, bukan itu masalahnya. -
- Lalu masalah apa? -
- Petugas itu memberitahu bahwa saya tidak lulus seleksi karena beberapa gigi saya rusak (ompöng). Saya tidak terima, lalu balik bertanya apa hubungan antara gigi ompong dengan tidak bisa diterima masuk sekolah tentara? Memangnya para prajurit kalau perang harus main gigit, bukannya pakai senjata api? –
- Terus ... apa jawab petugas tersebut? – Margino bertanya.
- Dia memang tdk dapat menjawab pertanyaan saya, tapi saya malah diusir keluar...  - kata si penjual es menutup cerita pengalamannya.

(bersambung ...)

Tidak ada komentar: